Liputan01news | Demak—Keseriusan dan kinerja aparat kepolisian kembali jadi sorotan, khususnya Penyidik Polres Demak, pasalnya proses hukum tentang dugaan kasus Ijazah palsu MM Kepala Desa (Kades) Pilangrejo, Kecamatan Wonosalam, Kabupaten Demak, hingga saat ini terkesan lamban.
Diketahui, laporan dugaan Ijazah palsu di Polres Demak pada 31 Januari 2023, hingga saat ini mengeluarkan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP) Ke-2, tanggal 31 Juli 2023 yang diberikan di atas meja Penyidik 2 November 2023, isinya telah meminta keterangan 9 orang saksi. Katanya Penyelidik akan meminta keterangan kepada saksi-saksi, selanjutnya gelar perkara.
Sekretaris BP2 Tipikor Lembaga Aliansi Indonesia, Randika Puri menegaskan, proses hukum dugaan pemalsuan Ijazah tersebut dapat dikenakan Pasal 263 KUHP. Jika terbukti melanggar pasal tersebut maka pelaku dapat ditahan dengan ancaman hukumannya adalah diatas 5 tahun dan maksimal 6 Tahun.
“Dugaan kasus ijazah palsu ini telah dilaporkan sejak 31 Januari 2023, namun belum ada titik terang. Penyidik seperti binggung, ini dinilai telah melanggar kode etik dan perintah Kapolri berdasarkan motto Polri yaitu Presisi yang intinya harus bekerja profesional dan cepat dalam menangani suatu kasus,” katanya, Senin (20/11/2023).
Randika menegaskan, apabila laporan tersebut mandek dan penyidik sampai sekarang belum menaikkan ketingkat penyidikan atau memberhentikan kasusnya, maka upaya yang akan dilakukan pihaknya adalah melaporkan hal tersebut kepada Kapolri, Kadiv Propam, Irwasum dan Propam Polda Jateng.
Lebih lanjut Randika menjelaskan, banyaknya kejanggalan data pribadi milik MM seperti nama di Ijazah SD dan SMP ada perubahan nama, termasuk tahun lahirnya, yaitu pada ijazah SD atas nama Mahruf, tanggal lahir 4 Mei 1972 sedangkan ijazah Paket B bernama Muhammad Makruf, tanggal lahir 4 Mei 1973.
Menurutnya, Akta lahir yang dikeluarkan oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Pemkab Demak tahun 2016 lalu, diduga cacat hukum karena melanggar UU No. 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan, yang mengharuskan setiap penggantian identitas nama masuk ke dalam peristiwa penting yang pelaksanaannya (perubahan namanya) harus diajukan ke Pengadilan Negeri (PN).
Pihaknya mengklaim sudah mendapatkan surat resmi dari pihak PN Demak yang isinya tidak ada pengajuan, penetapan, putusan atas perubahan nama tersebut sesuai akta lahir dan PN Jakarta Barat sesuai NIK kependudukannya.
“Penyidik punya kewenangan meminta data dan memanggil siapapun sesuai kebutuhan pada perkara yang ditangani untuk perkembangan penyelidikan. Yang dibutuhkan penyidik sudah kami berikan, lalu kerja penyidik apa? Suhardi, selaku Ketua Pelaksana Pilkades yang bertanggungjawab pada seleksi administrasi bakal calon Kades, mestinya ikut dimintai keterangan termasuk kemungkinan keterlibatan pihak lain,” ujar Randika.
Hingga saat ini, Penyidik Unit I Harda Sat Reskrim Polres Demak, Bripka Edy Pramono dan Ketua Panitia Pilkades Pilangrejo, Suhardi belum bersedia menjawab dan memberikan keterangan resmi. (Tim)